Resmi per tanggal 31 Maret 2023, pemerintah mengesahkan Peraturan Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan Perppu ini merupakan kelanjutan dari Putusan MK No. 91/PUU/-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sehingga harus diperbaiki dalam kurun waktu 2 (dua) tahun.
Perubahan undang-undang tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan pakar hukum, pekerja, serta praktisi MSDM, khususnya yang menempati posisi di bidang hubungan industrial. Penyesuaian dengan Perppu dinilai tidak sesuai dengan maksud adanya Perppu, yang mana secara filosofis seharusnya dibuat dalam kondisi yang sedang genting sesuai Pasal 57 Perpres No. 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Akan tetapi, ada juga beberapa pihak yang berpendapat bahwa hadirnya Perppu mempercepat proses legitimasi UU No. 11 Tahun 2020, sehingga memberikan kepastian hukum pada pelaksanannya.
Sebelum masuk ke dalam substansi, penting untuk memahami kedudukan undang-undang terbaru yang menetapkan Perppu No. 2 Tahun 2022. UU No. 6 Tahun 2023 merupakan undang-undang yang menetapkan Perppu menjadi undang-undang. Hal ini merupakan ketentuan formiil yang harus dilakukan agar kedudukan Perppu No. 2 Tahun 2022 sah dimata hukum. Dalam substansinya, UU No. 6 Tahun 2023 hanya menetapkan bahwa Perppu No. 2 Tahun 2022 harus dijalankan. Maka, apabila perusahaan hendak melihat substansi yang disahkan oleh UU No. 6 Tahun 2023, maka substansi tersebut tetap mengacu pada isi Perppu No. 2 Tahun 2022.
UU No. 6 Tahun 2023 yang mengesahkan Perppu No. 2 Tahun 2022 setidak-tidaknya mengubah 2 (dua) substansi fundamental yakni aspek upah dan aspek alih daya. Terdapat pula perubahan minor seperti penyesuaian klausul yang ada dengan UU No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan perubahan istilah.
Perubahan dalam Aspek Upah
Dalam aspek upah, Perppu No. 2 Tahun 2022 menghilangkan kata “inflasi” dan “pertumbuhan ekonomi daerah” sebagai syarat tertentu penetapan upah minimum kabupaten/kota dalam Pasal 88C ayat (4) UU No. 11 Tahun 2020. Dengan adanya perubahan tersebut, dapat diasumsikan bahwa kelak penetapan upah minimum harus mengikuti syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh pemerintah, sehingga fleksibilitas upah minimum provinsi disesuaikan dengan keadaan ekonomi tahun berjalan. Akan tetapi disisi lain menjadi tetap menggantung karena belum dapat divalidasi apakah alasan tertentu tersebut tetap pada koridor hukum atau justru melangkahi hukum.
Hal ini dikuatkan pula dengan penambahan kata “indeks tertentu” dalam Pasal 88D ayat (2) dan Pasal 88F yang menyatakan bahwa pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan yang berbeda dengan formula penghitungan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sehingga semakin jelas bahwa akan adanya peraturan tambahan sehubungan dengan upah minimum.
Perubahan dalam Aspek Alih Daya
Menarik untuk melihat perubahan alih daya dalam Perppu No. 2 Tahun 2022 yang mana dalam Pasal 64, Perppu No. 2 Tahun 2022 menghidupkan kembali pasal yang sudah dihapus dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dijelaskan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Namun, dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak dijelaskan di ayat selanjutnya terkait kata “sebagian pekerjaan” tersebut. Kemudian dalam Perppu, oleh karena pasal tersebut dicantumkan kembali, disebutkan bahwa pemerintah akan menetapkan sebagian pelaksanan pekerjaan yang dimaksud. Hal ini membuka asumsi bahwa pemerintah akan kembali melakukan jenis pekerjaan atau tipe pekerjaan yang bisa dialihdayakan seperti yang sudah dilakukan di Pasal 65 UU No. 13 Tahun 2003.
Perubahan dalam Aspek Diksi
Setidaknya terdapat 3 (tiga) perubahan diksi dalam Perppu No. 2 Tahun 2022. Pertama, perubahan tersebut dilakukan pada Pasal 67 beserta judulnya, dimana istilah “Penyandang Cacat” diganti menjadi “Penyandang Disabilitas”. Kemudian, perubahan lainnya ada pada Pasal 84 yang melakukan penghapusan merujuk pada Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d karena tidak sesuai dengan perubahan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Adanya perubahan tersebut tentu perlu dibersamai dengan peraturan tambahan untuk memperjelas kedudukan. Yang paling penting dari seluruh perubahan tersebut yakni melakukan koreksi sebelum menyampaikan informasi dan selalu mengedepankan dialog sosial. Salam harmonis!